Rabu, 25 April 2012

sejarah pendidikan Off B: Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra-Aksa...

sejarah pendidikan Off B: Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra-Aksa...: TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA AKSARA Standar Kompetensi:       Memahami Prinsip dasar Ilmu Sejarah Kompetensi Dasar:       ...

Jenis dongeng


Dongeng
            Jika legenda dianggab sebagai sejarah kolektif, maka dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Selanjutnya dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng dicertikan terutama untuk hiburan, walupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
            Seperti halnya mitos dan legenda, dongeng juga memiliki kesamaan unsur-unsur cerita dengan dengan daerah-daerah lain. Cerita Cinderalla misalnya dalam versi Indonesia juga dikenal denga “Bawang Merah dan Bawang Putih”.
1) Dongeng Binatang
            Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar. Binatang-binatang tersebut dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Pada suatu kebudayaan binatang itu terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatang yang sering menjadi cerita adalah rubah (Fox) yang bernama Reinard de Fox. Di Amerika, pada kebudayaan masyarakat Negro kelinci yang bernama Brer Rabit, pada masyarakat Indian Amerika coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba, di Indonesia kancil (pelanduk) dengan nama sang Kancil atau seekor kera, dan di Fillipina kera. Binatang-binatang itu semuanya memiliki sifat cerdik, licik dan jenaka. Tokoh sang Kacil misalnya dalam ilmu folklor disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu.
            Menurut R.B. Dixon yang ditulis dalam bukunya The Mythology of All Race: Oceanic (Mitologi dari segala Bangsa:Ocean), 1916, bahwa dongeng tokoh penipu sang Kancil terdapat di indonesia pada daerah yang kuat pengaruh Hindunya, seerat dengan kerajaan Jawa Hindu dari abad VII sampai abad XIII. Pendapatnya tersebut justru diperkuat dengan bukti-bukti bahwa dongeng sang Kancil juga terdapat di Asia Tenggara lainnya yang mempunyai hubungan yang erat dengan kebudayaan Hindu.
            Menurut Sir Richard Windsted dalam bukunya yang berjudul A History of Classical Malay Literature, 1958, bahwa pada abad II SM pada suatu stupa di Bahut Allahabad India telah diukirkan adegan-adegan dongeng binatang yang berasal dari cerita agama Buddha yang terkenal sebagai Jataka. Dongeng-dongeng yang bersumber dari Jataka adalah Pancatantra ( yang ditulis sekitar tahun 300 Masehi dan dongeng binatang (fabel). Menurut Windsted dongeng binatang tersebut berasal dari India melalui Afrika masuk ke Eropa dan juga ke Asia Tenggara sehingga persamaan dongeng binatang yang ada di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), Afrika dan India akibat dari difusi (penyebaran kebudayaan), bukan penemuan yang berdiri sendiri (independent invention) atau penemuan sejajar (pararel invention). Akan tetapi, tokoh-tokoh dalam dongeng itu setibanya di Afrika diganti dengan seekor kelinci dan setibanya di Indonesia diganti dengan seekor kelinci.
            Suatu bentuk khusus dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung moral (ajaran baik buruk). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dongeng yang berupa fabel disebut tantri. Menurut C. Hooykaas, cerita tantri  berasal dari cerita Pancatantra yang sudah mengalami proses adaptasi. Contoh tentang hal itu kemudian ditemukan oleh Hooykaas dalam cerita “Seorang Brahmana dan Anjing Hutan yang Tak Tahu Membalas Budi.” Jika certai aslinya dalam Pancatrantra mengenai seorang yang mnenolong seekor ular. Namun ular yang ditolong itu hendak menelan oarang itu, maka pada versi Jawa tokoh-tokoh certa berubah menjadi Brahmana dengan seekor Anjing hutan. Jika dalam cerita aslinya tokoh penengahnya dalah seekor rubah, namun di Jawa menjadi seekor kancil.
2) Dongeng Biasa
            Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi oleh manusia dan biasanya dalah kisah suka duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah “Cinderella”, dongeng ini besifat universal karena tersebar ke seluruh penjuru dunia. Ada beberapa dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia, misalnya dongeng Ande-Ande Lumut, I Kesuna Ian I Bawang di Bali.
            Motif-motif dalam dongeng Ande-Ande Lumut memiliki kesamaan dengan cerita Cinderella, misalnya ibu tiri yang kejam, tokoh wanita yang disiksa oleh ibu tirnya dengan kakak-kakaknya, penolong gaib, bertemu dengan pangeran, pembuktian identitas, menikah dengan pangeran.
             Selain, tokoh dongeng tipe Cinderella yang berjenis wanita, ada pula yang berjenis laki-laki (male-cinderella). Tokoh yang demikian ditemukan di Skandinavia dengan nama Askeladen yang berarti putra abu. Contoh dongeng semacam ini banyak di Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Tumur dikenal dengan dongeng Joko Kendil. Di Bali ada beberapa, antara lain dongengbtentang seorang yang bertibuh sebelah, seperti dongeng: I Mrereng (Si Bandel), I Rare Sigaran (Si Sebelah), I Sigir, Itruna Asibak Tua Asibak (Si jejaka sebelah, tua sebelah), I Dukuh Sakti dan I Sibakan. Motif cerita orang separuh ini bersifat universal karena selain ada di Indonesia ada juga di Cina, India, di negara-negara Afrika, dan sebagainya.
            Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang juga memiliki penyebaran yang luas adalah yang bertipe “Oedipus” yaitu tentang perkawinan sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu kandungnya (mothere incest prophency) dan pembunuhan ayah oleh putra kandungnya secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng ini yang setipe dengan Oidepus yaitu dongeng “Sangkuriang” atau disebut juga “Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat mite “Prabu Watu Gunugn” dan dari Nangsa Serawai Kalimantan Barat terhadap dongeng “Bujang Munang”.
            Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe Swan Maiden (Gadis Burung Undan), Yaitu dongeng atau legenda yang mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung udan atau bidadari, yang terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya atau pakaian bidadarinya disembunyikan seseorang sewaktu ia sedang mandi. Ia kemudia menjadi istri laki-laki itu dan baru dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali kulit, pakaian burung, atau pakaian bidadarinya. Dongeng biasa seperti ini juga terdapat di India, Spanyol, Prancis, Jerman, Arab, Persia, dan lain sebagainya.bebrapa contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala dari Bali, Joko Tarub dari Jawa Timur (Tuban) dan Pasir Kujang dari Pasundan, Jawa Barat.
            Tampaknya cerita rakyat Indonesia, khususnya yang berasal dari suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali banyak memperoleh pengaruh dari luar. Walaupun demikian tidak berarti bahwa mereka telah mengambil alih begitu saja dari luar, melainkan telah mereka olah lebih lanjut sesuai dengan kebudayaannya sehingga tidak terasa keasingannya. Keadaaan demikian wajar, sebab sejarah bangsa Indonesia sejak dahulu memang bersentuhan dengan peradaban-peradaban besar seperti Hindu, Islam, Cina, dan Eropa-Amerika.

Tradisi sejarah


TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Salah satu fungsi sejarah adalah untuk memberikan identitas kepada masyarakatnya. Sebuah masyarakat dengan kebudayaan, nilai-nilai, norma-norma, tradisi dan adat-istiadat yang sama, pasti memiliki jejak-jejak sejarahnya di masa lampau. Dengan demikian, kisah sejarah dianggap perlu untuk menunjukkan jati dirinya yang membedakan dengan masyarakat lainnya. Kisah sejarah juga dianggap perlu sebagai pengalaman kolektif bersama di masa lampau, bahkan sering kali garis keturunan yang sama sehingga dapat mempererat rasa solidaritas diantara anggota masyarakatnya secara turun-temurun. Oleh karena itu, suatu kisah sejarah yang dapat menjelaskan keberadaan suatu kolektif dianggap perlu, baik pada masyarakat sebelum maupun sesudah mengenal tulisan.
MASA PRA AKSARA
Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, pewarisan ingatan tentang peristiwa masa lampau dilakukan melalui tradisi lisan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, tradisi lisan berkembang dari waktu ke waktu. Setiap generasi biasanya, selain mewarisi ingatan masa lampau dari generasi sebelumnya, juga mewariskan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, tradisi lisan dapat dianggap sebagai sebuah kesaksian sejarah yang sangat berguna bagi penulisan sejarah.
Serimh kali sebuah tradisi lisan mengisahkan pengalaman masa lampau ke belakang di mulai sejak adanya manusia pertama. Bahkan sebelum adanya manusia sampai terciptanya suatu kolektif yang dikenal sebagai masyarakat atau pun suku bangsa. Seperti halnya dengan dokumen bagi masyarakat yang mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Selain itu, tradisi lisan juga mengandung kejadian nilai-nilai moral, keagamaan, adat-istiadat, serita-serita khayali, peribahasa, nyanyian, mantra dsb.
Karya-karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian dari folklore. Pengungkapan tradisi lisan sering kali dilakukan secara lugas dalam bentuk pepatah, tembang, mitos, legenda, dongeng dan diwariskan sebagai milik bersama serta sebagai symbol identitas bersama. Sebuah contoh, mitos dari masyarakat di Nias mengenai terjadinya mado-mado (semacam marga patrilineal) ceritanya sebagai berikut: 
Menurut mitologi Nias, alam serta seluruh isinya di ciptakan oleh Lowalangi. Langit yang diciptakannya berlapis sembilan. Setelah selesai, ia menciptakan satu pohon kehidupan yang disebut tora’a. Pohon itu kemudian berbuah dua. Setelah dierami oleh seekor laba-laba yang merupakan jelmaan Lowalangi, menetaslah sepasang dewa pertama di alam semesta ini, yaitu Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a yang berjenis kelamin laki-laki dan Burutiraoangi Burutiraoana’a yang berjenis kelamin perempuan. Sepasang dewa ini kemudian mendiami Sembilan lapis langit.
Salah satu keturunan sepasang dewa pertama itu, bernama Sirao. Sirao kemudian menjadi raja langit lapisan pertama yang terletak paling dekat dengan bumi. Langit lapisan pertama itu disebut teteholi ana’a. Sirao mempunyai tiga orang istri dan dari mereka masing-masing menuruunkan tiga orang anak laki-laki. Pada saat  Sirao berusia lanjut dan hendak mengundurkan diri dari pemerintahan, timbul pertentangan diantara ke sembilan putranya untuk memperebutkan singgasana. Untuk mencegah pertentangan itu, Sirao mengadakan sayembara ketangkasan menari diatas sembilan mata tombak. Sayembara itu teryata dimenangkan oleh putra bungsunya yang bernama Luo Mewona. Kebetulan juga putra bungsunya ini adalah putra yang paling dikasihi dan dihormati oleh rakyatnya. Hal itu disebabkan ia memiliki sifat yang rendah hati walauun ia seorang yang gagah perkasa dan sangat bijaksana. Oleh karena itu, ia segera dikukuhkan sebagai dipertuan di teteholi ana’a, menggantikan ayahnya. Untuk menentramkan kedelapan putranya yang lain, Sirao mengabulkan permohonan mereka untuk dinidadakan (diturunkan) ke tano niha atau tanah manusia, yang merupakan nama asli dari Pulau Nias.

Dalam pandangan sejarah modern tentunya cerita rakyat semacam itu tidaklah mengandung nilai sejarah. Akan tetapi, bagi masyarakat tradisional hal itu dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita itu kemudian dijadikan sebagian dari symbol bersama mereka dan sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka.
Penyebaran dan pewarisan tradisi lisan memiliki banyak versi tentang satu cerita yang sama. Hal ini menuujukkan dalam penyebaran dan pewarisan tradisi lisan telah terjadi pembiasan dalam kisah aslinya, walaupun sering kali tokoh yang menjadi figur dalam cerita itu adalah tokoh sejarah. Hal ini disebabkan ingatan manusia yang terbatas dan adanya keinginan untuk memberikan variasi-variasi baru pada cerita-cerita tersebut. Oleh karena itu, kisah sejarah yang disalurkan lewat tradisi lisan itu akan terus mengalami perubahan. Perubahan yang diakibatkan oleh imajinasi dan fantasi dari pencerita. Akibatnya, fajta sejarah itu semakin kabur atau tenggelam sama sekali karena adanya penambahan atau pengurangan dari masing-masing narasumber.
Contoh lainnya, yaitu epos tentamg Hang Tuah, pahlawan Melayu yang merupakan tokoh sejarah. Karena dijalin oleh berbagai tambahan dan penafsiran yang subjektif, maka tokoh Hang Tuah mengalami proses metamorphosis menjadi tokoh dongeng. Hang Tuah digambarkan tidak pernah mati. Ia selalu hidup terus dan sesekali muncul menolong bangsa Melayu. Tradisi lisan Hang Tuah ini akhirnya dinaskahkan. Akan tetapi, karena penulisannya tidak berazaskan ilmiah, kisah Hang Tuah menyimpang dari fakta sejarah sesungguhnya dan menjadi dongeng atau cerita dalam rangka kesusastraan lama. Di Jawa tokoh-tokoh penyebar Islam pada masa awal penyebaran Islam yang dikenal sebagai para wali, kemudian juga dikenal sebagai tokoh legenda yang memiliki kemampuan supranatural dan makamnya dianggap keramat.
Sehubungan dengan hal itu, tradisi lisan tidaklah melukiskan kenyataan atau fakta yang sesungguhnya. Walaupun tokoh-tokoh dan waktu terjadinya peristiwa itu memang benar-benar ada, tetapi keseluruhan kisahnya banyak mengalami perubahan. Hal-hal yang pada awalnya merupakan fakta atau kenyaatan, akhirnya menjadi bentuk mitos dan legenda karena adanya penambahan-penambahan atau pengurangan fakta sejarah. Dalam bentuk mitos dan legenda sulit sekali memisahkan antara fakta dengan kepercayaan yang ditafsirkan oleh masyarakat yang belum mengenal tulisan. Dalam pewarisan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, terdapat banyak keberpihakan dalam penafsiran dan penjelasan suatu peristiwa masa lalu, walaupun demikian, tradisi lisan memiliki fungsi yang penting bagi masyarakatnya. Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda atau dongeng melukiskan kondisi fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan juga merupakan simbol identitas bersama masyrakatnya sehingga tradisi lisan juga merupakan simbol solidaritas dari masyrakatnya. Tradisi lisan juga menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik sebuah marga, masyarakat, maupun suku bangsa.
Bahan-bahan dari tradisi lisan sebagai fakta mental, juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengetahui semangat juang seorang tokoh sejarah. Sebagai contoh ucapan Pattimura ketika ia akan menjalani hukuman gantung. Ia tidak takut ancaman maut, wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh.
Ucapan Pattimura ketika akan menjalani hukuman gantung
Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu


Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Pra-Aksara

TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA AKSARA

Standar Kompetensi:
*      Memahami Prinsip dasar Ilmu Sejarah
Kompetensi Dasar:
*      Mendeskripsikan tradisi masyarakat  Indonesia masa praaksara dan masa aksara
Indikator:
*      Mengidentifikasi masyarakat masa pra aksara mewariskan masa lalunya melalui tutur
*      Megidentifikasi masyarakat masa pra aksara mewariskan masa lalunya melalui tari dan lagu
*      Mengidentifikasi masyarakat masa pra aksara mewariskan masa lalunya melalui alat dan bangunan
*      Mendeskripsikan definisi folklore
*      Mendeskripsikan definisi mitologi
*      Mendeskripsikan definisi legenda
*      Mendeskripsikan definisi dongeng
*      Mendeskripsikan nilai dan norma yang diwariskan dalam tradisi masa pra aksara
  
A.    TRADISI SEJARAH PADA MASA MASYARAKAT PRA-AKSARA
1.      Tutur
Tutur adalah perkataan, atau bahasa percakapan. Adapun yang dimaksud dalam kaitannya dengan tradisi lisan yaitu tradisi dalam bentuk tuturan, atau tuturan yang sudah berupa tradisi. Tradisi lisan atau tutur yang berkembang pada masa lalu berlangsung dari generasi ke generasi. Pada tiap generasi tuturan itu menyebar dengan luas artinya tuturan itu dikenal dan digunkan oleh banyak orang walaupun berjauhan tempat tinggalnya. Tuturan semacam itu disebut sebagai tuturan rakyat yaitu yang termasuk dalam cangkupan folklore. 
2.      Tari dan Lagu
Tari adalah salah satu cara masyarakat pra aksara mewariskan masa lalunya Karena dengan tari orang bisa mempelajari tentang tradisi masa lampau serta meneruskan kepada generasi berikutnya.
     Dari berbagai jenis nyanyian rakyat, yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu sumber dari penulisan sejarah adalah nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative folksong). Nyanyian rakyat yang tergolong dalam kelompok ini adalah balada dan epos. Perbedaan antara balada dan Epos terletak pada tema ceritanya. Tema cerita balada mengenai kisah sentimentil dan romantis, sedangkan cerita Epos atau Wiracarita mengenai cerita kepahlawanan. Keduanya memiliki bentuk bahasa yang bersajak. Nyanyian yang bersifat berkisah ini banyak terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat Epos yang berasal dari Epos besar Mahabarata dan Ramayana. Nyanyian rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga disebut sebagai  “Gending”. Gending-gending tersebut masih dibagi lagi kedalam beberapa jenis, seperti: Sinom, Pucung dan Asmaradhana. Balada di Jawa Barat diwakili oleh pantun Sunda.

3.      Alat dan Bangunan
Masyarakat pra-aksa telah meninggalkan berbagai macam alat dan bangunan yang sampai kepada kita. Dengan alat bangunan tersebut kita bisa mengungkap kehidupan masa lampau.
4.      Gerabah
Gerabah merupakan benda pecah belah yang terbuat dari tanah liat. Fungsinya sebagai alat rumah tangga. Alat-alat ini sudah ada sejak zaman pra sejarah. Pada zaman bercocok tanam gerbah mulai diciptakan dengan berbagai bentuk untuk melayani berbagai keperluan. Rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai alat upacara. Ada yang dihias dan ada pula yang tidak dihias. Para peneliti prasejarah sangat memperhatikan temuan gerabah ini karena berbagai bentuk dan hiasannya menggambarkan tradisi budaya yang telah menghasilkannya.

5.      Perhiasan
Dengan ditemukannya perhiasan memberikan bukti bahwa manusia telah gemar dan mampu membuat perhiasan. Pada umumnya bahan untuk membuat perhiasan adalah bahan-bahan yang mudah didapat disekitar tempat tinggal mereka. Misalnya kulit kerang, tanah liat yang dibakar dan manik-manik dari bahan batu. Selain itu batu dan tanah liat perhiasan juga dibuat dari perunggu seperti gelang dan cincin perunggu.

B.     JEJAK SEJARAH DI DALAM SEJARAH LISAN
1.      Folklor
Folklor merupakan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat jenis-jenis folklor antara lain sebagai berikut:
a.      Folklor Lisan
·         Bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis.
·         Ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran.
·         Pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki.
·         Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair.
·         Cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Seperti: Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, serta Jaya Prana dan Layonsari dari Bali.
·         Nyanyian rakyat, seperti: Jali-Jali dari Betawi, Ampar Ampar Pisang dari Kalimantan, dan Olesio dari Ambon.

b.      Folklor sebagian Lisan
     Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), meliputi sebagai berikut:
·         Kepercayaan dan takhayul.
·         Permainan dan hiburan rakyat setempat.
·         Teater rakyat, seperti: lenong, ketoprak, dan ludruk.
·         Tari rakyat, seperti: Tari Tayuban, Doger, Jaran, Kepang, dan Ngibing, Ronggeng.
·         Adat kebiasaan, seperti: gotong royong dalam pembuatan jalan, rumah atau pesta selamatan, dan khitanan.
·         Upacara tradisional, seperti: tingkeban, turun tanah, dan temu manten.
·         Pesta rakyat tradisional, seperti bersih desa sesudah panen, meruwat, dan selamatan.

c.       Folklor bukan Lisan
Foklor ini juga dikenal sebagai artefak (artifact) meliputi sebagai berikut:
·         Arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti: joglo, di Jawa,Rumah Gadang di Minangkabau, rumah Beteng di Kalimantan, dan Honay di Papua.
·         Seni kerajinan tangan tradisional.
·         Pakaian Tradisional
·         Obat-obatan rakyat
·         Alat-alat music tradisional
·         Peralatan dan senjata yang khas tradisional
·         Makanan dan minuman khas daerah

2.      Mitologi
Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain  (kayangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita  atau penganutnya. Mitos pada umumnya mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan sebagiannya. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah pecintaan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya.

3.      Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dipandang sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan dulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu: legenda keagamaan (religious legends), legenda alam gaib (supernatural legends), legenda perseorangan (personal legends), dan legenda setempat (local legends).

a.      Legenda Keagamaan
Legenda Keagamaan adalah legenda orang-orang yang dianggap suci atau  saleh. Cerita-cerita tersebut dikenal sebagai hagigrafi (legent of the saint) yang berarti cerita mengenai orang-orang suci. Karya semacam itu termasuk folklore karena versi asalnya masih tetap hidup di kalangan masyarakat sebagai tradisi lisan.

b.      Legenda Alam Gaib
Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhayul” atau kepercayaan rakyat. Contoh legenda ini yaitu kepercayaan terhadap adanya hantu, gendruwo dan sundel bolong.

c.       Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang paling terkenal adalah legenda tokoh Panji. Panji adalah seorang putra raja Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur yang senantiasa kehilangan istrinya. Akibatnya, banyak muncul cerita Panji yang temanya selalu perihal istrinya yang menjelma menjadi wanita lain. Cerita Panji yang semula merupakan kesusastraan lisan (legenda), namun telah banyak dicatat orang sehingga mempunyai beberapa versi dalam bentuk tulisan.

d.      Legenda Setempat
Legenda setempat adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu tempat, berbukit-bukit, berjuarang dan sebagainya. Legenda setempat yang berhubungan dengan nama suatu tempat misalnya legenda Kuningan. Kuningan adalah nama suatu kota kecil yang terletak di lereng Gunung Cermai, di sebalah selatan kota Cirebon, Jawa Barat.

4.      Dongeng
Dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak pula yang melukiskan kebenaran, berisi pesan moral atau bahkan sindiran.
Jenis-jenis dongeng yakni sebagai berikut:
a.       Dongeng Binatang
b.      Dongeng Biasa

C.    NILAI NORMA, DAN TRADISI YANG DIWARISKAN DI DALAM SEJARAH LISAN INDONESIA

1.      Nilai Kesusilaan
Nilai-nilai yang dapat diambil dari sejarah lisan adalah norma-norma kesusilaan seperti menghormati orang tua, menghormati yang lebih muda serta sifat unggah-ungguh, andap-asor, sopan santun dan sebagainya.

2.      Nilai Hiburan
Tradisi lisan banyak disebar luaskan dalam kehidupan keluarga seperti bapak bercerita kepada anaknya, kakek bercerita kepada cucunya atau guru kepada muridnya dalam rangka memberikan hiburan/selingan.

3.      Nilai Pendidikan
Selain nilai kesusilaan dan nilai hiburan, tradesilisan dapat memberikan nilai pendidikan seperti:
·         Kwalat kalau nglangkahi (melompati orang tua)
·         Berdosa kalau berbohong.
·         Menghormati/berbakti kepada orang tua dan sebagainya.