Rabu, 25 April 2012

Jenis dongeng


Dongeng
            Jika legenda dianggab sebagai sejarah kolektif, maka dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Selanjutnya dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng dicertikan terutama untuk hiburan, walupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
            Seperti halnya mitos dan legenda, dongeng juga memiliki kesamaan unsur-unsur cerita dengan dengan daerah-daerah lain. Cerita Cinderalla misalnya dalam versi Indonesia juga dikenal denga “Bawang Merah dan Bawang Putih”.
1) Dongeng Binatang
            Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar. Binatang-binatang tersebut dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Pada suatu kebudayaan binatang itu terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatang yang sering menjadi cerita adalah rubah (Fox) yang bernama Reinard de Fox. Di Amerika, pada kebudayaan masyarakat Negro kelinci yang bernama Brer Rabit, pada masyarakat Indian Amerika coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba, di Indonesia kancil (pelanduk) dengan nama sang Kancil atau seekor kera, dan di Fillipina kera. Binatang-binatang itu semuanya memiliki sifat cerdik, licik dan jenaka. Tokoh sang Kacil misalnya dalam ilmu folklor disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu.
            Menurut R.B. Dixon yang ditulis dalam bukunya The Mythology of All Race: Oceanic (Mitologi dari segala Bangsa:Ocean), 1916, bahwa dongeng tokoh penipu sang Kancil terdapat di indonesia pada daerah yang kuat pengaruh Hindunya, seerat dengan kerajaan Jawa Hindu dari abad VII sampai abad XIII. Pendapatnya tersebut justru diperkuat dengan bukti-bukti bahwa dongeng sang Kancil juga terdapat di Asia Tenggara lainnya yang mempunyai hubungan yang erat dengan kebudayaan Hindu.
            Menurut Sir Richard Windsted dalam bukunya yang berjudul A History of Classical Malay Literature, 1958, bahwa pada abad II SM pada suatu stupa di Bahut Allahabad India telah diukirkan adegan-adegan dongeng binatang yang berasal dari cerita agama Buddha yang terkenal sebagai Jataka. Dongeng-dongeng yang bersumber dari Jataka adalah Pancatantra ( yang ditulis sekitar tahun 300 Masehi dan dongeng binatang (fabel). Menurut Windsted dongeng binatang tersebut berasal dari India melalui Afrika masuk ke Eropa dan juga ke Asia Tenggara sehingga persamaan dongeng binatang yang ada di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), Afrika dan India akibat dari difusi (penyebaran kebudayaan), bukan penemuan yang berdiri sendiri (independent invention) atau penemuan sejajar (pararel invention). Akan tetapi, tokoh-tokoh dalam dongeng itu setibanya di Afrika diganti dengan seekor kelinci dan setibanya di Indonesia diganti dengan seekor kelinci.
            Suatu bentuk khusus dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung moral (ajaran baik buruk). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dongeng yang berupa fabel disebut tantri. Menurut C. Hooykaas, cerita tantri  berasal dari cerita Pancatantra yang sudah mengalami proses adaptasi. Contoh tentang hal itu kemudian ditemukan oleh Hooykaas dalam cerita “Seorang Brahmana dan Anjing Hutan yang Tak Tahu Membalas Budi.” Jika certai aslinya dalam Pancatrantra mengenai seorang yang mnenolong seekor ular. Namun ular yang ditolong itu hendak menelan oarang itu, maka pada versi Jawa tokoh-tokoh certa berubah menjadi Brahmana dengan seekor Anjing hutan. Jika dalam cerita aslinya tokoh penengahnya dalah seekor rubah, namun di Jawa menjadi seekor kancil.
2) Dongeng Biasa
            Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi oleh manusia dan biasanya dalah kisah suka duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah “Cinderella”, dongeng ini besifat universal karena tersebar ke seluruh penjuru dunia. Ada beberapa dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia, misalnya dongeng Ande-Ande Lumut, I Kesuna Ian I Bawang di Bali.
            Motif-motif dalam dongeng Ande-Ande Lumut memiliki kesamaan dengan cerita Cinderella, misalnya ibu tiri yang kejam, tokoh wanita yang disiksa oleh ibu tirnya dengan kakak-kakaknya, penolong gaib, bertemu dengan pangeran, pembuktian identitas, menikah dengan pangeran.
             Selain, tokoh dongeng tipe Cinderella yang berjenis wanita, ada pula yang berjenis laki-laki (male-cinderella). Tokoh yang demikian ditemukan di Skandinavia dengan nama Askeladen yang berarti putra abu. Contoh dongeng semacam ini banyak di Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Tumur dikenal dengan dongeng Joko Kendil. Di Bali ada beberapa, antara lain dongengbtentang seorang yang bertibuh sebelah, seperti dongeng: I Mrereng (Si Bandel), I Rare Sigaran (Si Sebelah), I Sigir, Itruna Asibak Tua Asibak (Si jejaka sebelah, tua sebelah), I Dukuh Sakti dan I Sibakan. Motif cerita orang separuh ini bersifat universal karena selain ada di Indonesia ada juga di Cina, India, di negara-negara Afrika, dan sebagainya.
            Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang juga memiliki penyebaran yang luas adalah yang bertipe “Oedipus” yaitu tentang perkawinan sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu kandungnya (mothere incest prophency) dan pembunuhan ayah oleh putra kandungnya secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng ini yang setipe dengan Oidepus yaitu dongeng “Sangkuriang” atau disebut juga “Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat mite “Prabu Watu Gunugn” dan dari Nangsa Serawai Kalimantan Barat terhadap dongeng “Bujang Munang”.
            Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe Swan Maiden (Gadis Burung Undan), Yaitu dongeng atau legenda yang mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung udan atau bidadari, yang terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya atau pakaian bidadarinya disembunyikan seseorang sewaktu ia sedang mandi. Ia kemudia menjadi istri laki-laki itu dan baru dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali kulit, pakaian burung, atau pakaian bidadarinya. Dongeng biasa seperti ini juga terdapat di India, Spanyol, Prancis, Jerman, Arab, Persia, dan lain sebagainya.bebrapa contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala dari Bali, Joko Tarub dari Jawa Timur (Tuban) dan Pasir Kujang dari Pasundan, Jawa Barat.
            Tampaknya cerita rakyat Indonesia, khususnya yang berasal dari suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali banyak memperoleh pengaruh dari luar. Walaupun demikian tidak berarti bahwa mereka telah mengambil alih begitu saja dari luar, melainkan telah mereka olah lebih lanjut sesuai dengan kebudayaannya sehingga tidak terasa keasingannya. Keadaaan demikian wajar, sebab sejarah bangsa Indonesia sejak dahulu memang bersentuhan dengan peradaban-peradaban besar seperti Hindu, Islam, Cina, dan Eropa-Amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar