Dongeng
Jika legenda dianggab
sebagai sejarah kolektif, maka dongeng adalah cerita pendek kolektif
kesusastraan lisan. Selanjutnya dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak
dianggap benar-benar terjadi. Dongeng dicertikan terutama untuk hiburan,
walupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral),
atau bahkan sindiran.
Seperti halnya mitos dan
legenda, dongeng juga memiliki kesamaan unsur-unsur cerita dengan dengan
daerah-daerah lain. Cerita Cinderalla misalnya dalam versi Indonesia juga
dikenal denga “Bawang Merah dan Bawang Putih”.
1) Dongeng Binatang
Dongeng binatang adalah
dongeng yang ditokohi binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar.
Binatang-binatang tersebut dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Pada
suatu kebudayaan binatang itu terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa (Belanda,
Jerman, dan Inggris) binatang yang sering menjadi cerita adalah rubah (Fox) yang bernama Reinard de Fox. Di
Amerika, pada kebudayaan masyarakat Negro kelinci yang bernama Brer Rabit, pada
masyarakat Indian Amerika coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak,
dan laba-laba, di Indonesia kancil (pelanduk) dengan nama sang Kancil atau
seekor kera, dan di Fillipina kera. Binatang-binatang itu semuanya memiliki
sifat cerdik, licik dan jenaka. Tokoh sang Kacil misalnya dalam ilmu folklor
disebut dengan istilah the trickster
atau tokoh penipu.
Menurut R.B. Dixon yang
ditulis dalam bukunya The Mythology of
All Race: Oceanic (Mitologi dari segala Bangsa:Ocean), 1916, bahwa dongeng
tokoh penipu sang Kancil terdapat di indonesia pada daerah yang kuat pengaruh
Hindunya, seerat dengan kerajaan Jawa Hindu dari abad VII sampai abad XIII.
Pendapatnya tersebut justru diperkuat dengan bukti-bukti bahwa dongeng sang
Kancil juga terdapat di Asia Tenggara lainnya yang mempunyai hubungan yang erat
dengan kebudayaan Hindu.
Menurut Sir Richard
Windsted dalam bukunya yang berjudul A
History of Classical Malay Literature, 1958, bahwa pada abad II SM pada
suatu stupa di Bahut Allahabad India telah diukirkan adegan-adegan dongeng
binatang yang berasal dari cerita agama Buddha yang terkenal sebagai Jataka.
Dongeng-dongeng yang bersumber dari Jataka adalah Pancatantra ( yang ditulis
sekitar tahun 300 Masehi dan dongeng binatang (fabel). Menurut Windsted dongeng binatang tersebut berasal dari
India melalui Afrika masuk ke Eropa dan juga ke Asia Tenggara sehingga
persamaan dongeng binatang yang ada di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia),
Afrika dan India akibat dari difusi (penyebaran kebudayaan), bukan penemuan
yang berdiri sendiri (independent invention) atau penemuan sejajar (pararel
invention). Akan tetapi, tokoh-tokoh dalam dongeng itu setibanya di Afrika
diganti dengan seekor kelinci dan setibanya di Indonesia diganti dengan seekor
kelinci.
Suatu bentuk khusus
dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung moral
(ajaran baik buruk). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dongeng yang berupa fabel
disebut tantri. Menurut C. Hooykaas, cerita tantri berasal dari cerita Pancatantra yang sudah
mengalami proses adaptasi. Contoh tentang hal itu kemudian ditemukan oleh
Hooykaas dalam cerita “Seorang Brahmana dan Anjing Hutan yang Tak Tahu Membalas
Budi.” Jika certai aslinya dalam Pancatrantra mengenai seorang yang mnenolong
seekor ular. Namun ular yang ditolong itu hendak menelan oarang itu, maka pada
versi Jawa tokoh-tokoh certa berubah menjadi Brahmana dengan seekor Anjing
hutan. Jika dalam cerita aslinya tokoh penengahnya dalah seekor rubah, namun di
Jawa menjadi seekor kancil.
2) Dongeng Biasa
Dongeng biasa adalah jenis
dongeng yang ditokohi oleh manusia dan biasanya dalah kisah suka duka
seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah “Cinderella”, dongeng
ini besifat universal karena tersebar ke seluruh penjuru dunia. Ada beberapa
dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia, misalnya dongeng Ande-Ande
Lumut, I Kesuna Ian I Bawang di Bali.
Motif-motif dalam dongeng
Ande-Ande Lumut memiliki kesamaan dengan cerita Cinderella, misalnya ibu tiri
yang kejam, tokoh wanita yang disiksa oleh ibu tirnya dengan kakak-kakaknya,
penolong gaib, bertemu dengan pangeran, pembuktian identitas, menikah dengan
pangeran.
Selain, tokoh dongeng tipe Cinderella yang
berjenis wanita, ada pula yang berjenis laki-laki (male-cinderella). Tokoh yang
demikian ditemukan di Skandinavia dengan nama Askeladen yang berarti putra abu.
Contoh dongeng semacam ini banyak di Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Tumur
dikenal dengan dongeng Joko Kendil. Di Bali ada beberapa, antara lain
dongengbtentang seorang yang bertibuh sebelah, seperti dongeng: I Mrereng (Si
Bandel), I Rare Sigaran (Si Sebelah), I Sigir, Itruna Asibak Tua Asibak (Si
jejaka sebelah, tua sebelah), I Dukuh Sakti dan I Sibakan. Motif cerita orang
separuh ini bersifat universal karena selain ada di Indonesia ada juga di Cina,
India, di negara-negara Afrika, dan sebagainya.
Dongeng biasa lainnya di
Indonesia yang juga memiliki penyebaran yang luas adalah yang bertipe “Oedipus” yaitu tentang perkawinan
sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu kandungnya (mothere incest prophency) dan pembunuhan ayah oleh putra kandungnya
secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng ini yang setipe dengan Oidepus yaitu
dongeng “Sangkuriang” atau disebut juga “Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban
Perahu” dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat mite
“Prabu Watu Gunugn” dan dari Nangsa Serawai Kalimantan Barat terhadap dongeng
“Bujang Munang”.
Dongeng biasa lainnya di
Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe Swan Maiden (Gadis Burung Undan), Yaitu dongeng atau legenda yang
mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung udan atau bidadari, yang
terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya atau pakaian bidadarinya
disembunyikan seseorang sewaktu ia sedang mandi. Ia kemudia menjadi istri
laki-laki itu dan baru dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali
kulit, pakaian burung, atau pakaian bidadarinya. Dongeng biasa seperti ini juga
terdapat di India, Spanyol, Prancis, Jerman, Arab, Persia, dan lain sebagainya.bebrapa
contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala dari Bali, Joko Tarub dari Jawa
Timur (Tuban) dan Pasir Kujang dari Pasundan, Jawa Barat.
Tampaknya cerita rakyat Indonesia, khususnya yang berasal
dari suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali banyak memperoleh pengaruh dari luar.
Walaupun demikian tidak berarti bahwa mereka telah mengambil alih begitu saja
dari luar, melainkan telah mereka olah lebih lanjut sesuai dengan kebudayaannya
sehingga tidak terasa keasingannya. Keadaaan demikian wajar, sebab sejarah
bangsa Indonesia sejak dahulu memang bersentuhan dengan peradaban-peradaban
besar seperti Hindu, Islam, Cina, dan Eropa-Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar